Minggu, 17 Mei 2015

ATOMISME LOGIS


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Hubungan bahasa dengan masalah filsafat telah lama menjadi perhatian para Filosof bahkan sejak zaman Yunani. Para Filosof mengetahui bahwa berbagai macam problema filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa. Sebagai contoh: problema filsafat yang menyangkut pertanyaan, keadilan, kebaikan, kebenaran, kewajiban, hakekat ada (Metafisika) dan pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis bahasa. Tradisi inilah oleh para ahli sejarah filsafat disebut sebagai “Filsafat Analitik” yang berkembang di Eropa terutama di Inggris abad XX.[1]
Analitika bahasa adalah suatu metode yang khas dalam filsafat untuk menjelaskan, menguraikan dan menguji kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis. Secara garis besar, filsafat bahasa ini terbagi dalam tiga aliran yang pokok, yaitu: Atomisme logis, Positivisme logis, dan filsafat bahasa biasa.[2]
Didalam pembahasan pada makalah kami ini, pembahasan difokuskan kepada aliran filsafat bahasa yang bercorak Atomisme logis, untuk lebih jelasnya tentang atomisme logis, mari kita seksama membahas pada makalah ini.
B.  Rumusan Masalah
Didalam makalah ini, pembahasan kami batasi meliputi:
1.    Pengertian Atomisme logis
2.    Filsafat Atomisme logis Bertrand Russell
C.  Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami:
1.    Pengertian Atomisme logis.
2.    Filsafat Atomisme logis Bertrand Russell.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Atomisme Logis
Kata Atom mempunyai arti “benda terkecil, satuan bangunan yang tidak dapat dimusnahkan”(Aristoteles). Kata Atomisme merupakan turunan dari kata Yunani Atomos yang berarti tidak dapat dipenggal, A adalah tidak sedangkan Tomos merupakan sekawanan dari bahasa Yunani Themnein yang artinya memenggal.[3] Atomisme Logis, merupakan suatu faham atau ajaran yang berpandangan bahwa bahasa itu dapat dipecah menjadi proposisi-proposisi atomik atau proposisi- proposisi elementer, melalui teknik analisa logik atau analisa bahasa. Setiap proposisi atomik atau proposisi elementer itu tadi mengacu pada atau mengungkapkan keperibadian suatu fakta atomik yaitu bagian terkecil dari realitas. Dengan pandangan yang demikian itu, kaum Atomisme Logis bermaksud menunjukkan adanya hubungan yang mutlak antara bahasa dengan realitas. [4]
Atomisme logis yang berpusat di Cambridge, Inggris dirintis oleh ‘tiga serangkai’ G.E. Moore (1873-1958), Bertrand Russell (1872-1979), dan Ludwid Wittgenstein (1889-1951). Walaupun pemikiran atomisme logis sebenarnya telah dikembangkan oleh Ludwig Wittgenstein dalam karyanya “Tractatus Logico Philosophicus”, namun nama dari aliran ‘atomisme logis’ ini pertama kali dikemukakan oleh Bertrand Russell dalam suatu artikelnya yang dimuat dalam “Contemporary British Philosophy” yang terbit pada tahun 1924. Nama atomisme logis yang digunakan oleh Bertrand Russell menunjukkan pengaruh dari David Hume dalam karyanya “An Enguiry Concerning Human Understanding”.
Pemikiran filsafat di Inggris sebelum Bertrand Russell dikuasasi oleh tradisi idealisme sehingga dapat pula dikatakan bahwa filsafat atomisme yang dikembangkan oleh Bertrand Russell seorang penganut empirisme yang pikirannya sangat dipengaruhi oleh John Lock dan David Hume merupakan reaksi keras terhadap aliran idealisme. Bagi kalangan empirisme, seperti David Hume misalnya, mengungkapkan bahwa semua ide yang kompleks itu terdiri atas ide-ide yang sederhana atau ide yang atomis (atomic ideas) yang merupakan ide yang sederhana.  Menurut Hume, seorang filsuf itu hendaknya melaksanakan analisis psikologi terhadap ide. Dari sinilah bermula perbedaan pemikiran antara Bertrand Russell dan David Hume.  Menurut Bertrand Russell, analisis itu bukan pada aspek psikologis namun dilakukan terhadap proposisi-proposisi.[5]
Perkembangan pemikiran atomisme logis ini juga  dipengruhi oleh F.H. Bradley dalam hubungannya dengan formulasi logika proposisi, juga oleh G. E. Moore yang menekankan pada ciri analisisnya. Bradley mengungkap kelemahan empirisme yang bersifat psikologis yang hanya bekerja dengan ide-ide dan bukan berdasarkan pada suatu putusan (judgements) atau keterangan-ketarangan (propositions). Dasar inilah yang kemudian diangkat oleh Russell demi prinsip-prinsip analisisnya yaitu yang berdasarkan pada suatu putusan. Sedangkan Moore memberikan analisis proposisi filsafat berdasarkan akal sehat, bagi Moore, bahasa sehari-hari (alamiah) telah memadai untuk menganalisis persoalan kefilsafatan. [6]  Inilah yang menyebabkan Bertrand Russell mencari kebenaran melalui penggunaan analisis dan sintesa logis. Hal ini mengandung pengertian bahwa untuk mendapatkan suatu kebenaran dilakukan dengan mengajukan alasan-alasan yang bersifat apriori yang tepat, selanjutnya diikuti dengan pengamatan empiris melalui indera (aposteriori). Bertrand Russell ingin membangun bahasa yang mampu mengungkap realitas, yang berdasarkan formulasi  logika, yakni bahasa yang mampu mengungkapkan suatu realitas fakta yang bersifat akurat.           

B.
Bertrand Russell dan Pemikirannya
1.      Sekilas Biografi Bertrand Russell
Bernama lengkap Bertrand Arthur William Russell, lahir di Monmouthshire, Inggris pada tanggal 18 Mei 1872 dari keluarga bangsawan. Pada usia 2 tahun Beliau kehilangan ibunya dan berselang 2 tahun kemudian Beliau kehilangan ayahnya. Maka setelah kematian yang berturut-turut ini, Beliau tinggal bersama dengan orang tua ayahnya.[7]
Bertrand Russell menempuh pendidikan di bidang ilmu pasti dan filsafat di Universitas Cambridge, gurunya diantaranya Alfred North Whitehead dan di Cambridge Beliau bertemu dengan George Edward Moore yang kemudian menjadi sahabatnya. Selama hidupnya Beliau sangat produktif dalam menulis buku, kurang lebih 71 buku dan brosur, yang membahas tentang berbagai macam permasalaham mulai dari filsafat, pendidikan masalah moral, agama, sejarah, dan politik. [8]
Pada tahun 1970 Russell meninggal dunia, dan seluruh bukunya diwariskan pada Universitas McMaster, Hamilton, Ontario, Kanada yang Beliau gabungkan sendiri ke dalam The Collected Papers of Bertrand Russell sebanyak 14 jilid ditambah Bibliography sebanyak 3 jilid.
Berikut ini beberapa karya Bertrand Russell lainnya, seperti The Analysis of Mind (1921), The Analysis of Matter (1927) dan juga Human Knowledge, Its Scope and Limits (1948). Buku yang juga cukup terkenal adalah A History of Western Philosophy (1945).[9]

2.      Filsafat Atomisme Logis Bertrand Russel         
Pada mulanya Russel mengikuti garis pemikiran Moore sebagai upaya untuk menentang pengaruh kaum Hegelian di Inggris dengan bertitik tolak pada akal sehat (common sense). Namun dalam perkembangan pemikiran selanjutnya, Russel mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang ditempuh Moore. Bagi Russel penggunaan bahasa biasa bagi maksud filsafat sebagaimana yang diinginkan Moore, tidaklah tepat. Sebab Russell tidak sekedar bermaksud mengarahkan teknik analisa yang diajukan oleh Moore itu untuk menentang ungkapan kosong dari kaum Hegelian, akan tetapi Russel dengan mencoba untuk membentuk filsafat yang bercorak ilmiah dengan cara “menerapkan metode ilmiah pada filsafat” oleh karena itu ia menegaskan: 
“Dalam percobaan yang dilakukan secara serius, tidaklah selayaknya kita tempuh dengan menggunakan bahasa biasa, sebab susunan bahasa biasa itu selain buruk, juga bermakna ganda arti. Oleh karena itu saya bermaksud meyakinkan bahwa sikap bersikeras atau kepala batu untuk tetap menggunakan bahasa biasa dalam mengungkapkan pemikiran kita adalah penghalang besar bagi kemajuan filsafat.”
Oleh sebab itu tidak heran jika Russel menentukan titik tolak pemikirannya berdasarkan bahasa logika. Sebab ia berkeyakinan bahwa teknik analisa yang didasarkan pada bahasa logika itu dapat menjelaskan struktur bahasa dan struktur realitas.
Analisa logis ini mengandung pengertian, suatu upaya untuk mengajukan alasan apriori yang tepat bagi pernyataan, sedangkan sintesa logis berarti menentukan makna pernyataan atas dasar empirik. Dengan cara yang demikian, Russell menerapkan teknik analisa bahasa untuk memecahkan masalah filsafat. Namun Russel lebih mendahulukan analisa logis dari pada sintesa logis, karena teori yang melulu bersifat empirik (didasarkan atas fakta) tidak dapat menjangkau hal-hal yang bersifat universal. Bagi Russell kebenaran bersifat logis dan matematis yang diungkapkan dalam analisa logis “meyakinkan kita untuk mengakui keperibadian sifat-sifat ‘universal’ yang tak terubahkan, padahal banyak teori yang bersifat empiris murni tidak dapat mempertanggungjawabkan hal seperti itu.”
Oleh karena itu Russel menganjurkan kita untuk mencari teori ilmu pengetahuan yang lain dari pada empiris murni. Pandangan yang demikian inilah agaknya membuat Russell lebih semangat untuk membentuk bahasa yang ideal bagi filsafat dengan didasarkan pada bentuk logika atau disebut dengan bahasa logika.
Hal ini tersimpul dalam ucapannya yang berbunyi: “Yang menyebabkan saya menamakan doktrin Atomisme Logis ialah karena atom-atom yang ingin saya peroleh sebagai hasil dari analisa terakhir bukan merupakan atom fisik, melainkan atom logis.[10]

A.  Formulasi Logika Bahasa           
Prinsip analisis yang diciptakan oleh Russell dalam konsep atomisme logisnya memiliki konsekuensi dirumuskannya ungkapan bahasa yang memiliki formulasi logis, atau dengan lain perkataan perlu ditentukan formulasi logis dalam ungkapan-ungkapan bahasa. Struktur gramatikal belum tentu menentukan struktur logis dari suatu ungkapan bahasa.[11]
Dengan bertitik-tolak pada bahasa logika, Russell bermaksud menentukan corak logis yang terkandung dalam suatu ungkapan. Russell mensinyalir adanya perbedaan corak logis melalui perbandingan antara dua kalimat yang struktur bahasanya sama, namun memiliki struktur logis yang berbeda. Penjelasan Russell mengenai suatu pengertian atau suatu istilah yang memiliki corak logis yang sama diungkapkannya melalui contoh berikut: A dan B hanya dapat dikatakan memiliki corak logis yang sama, jika unsur A mengandung kesesuaian dengan unsur B, sehingga akibat yang berlaku atau lawan bagi B dapat digantikan pada A. kita ambil suatu taswir, Socrates dan Aristoteles memiliki corak yang sama, sebab “Socrates adalah seorang filsuf” dan “Aristoteles seorang filsuf”, keduanya mengandung fakta yang sama (sama-sama filsuf).
Dua istilah yang dianggap memiliki corak logis yang sama bukan lantaran istilah tersebut dipandang menurut berbagai penafsiran yang mungkin dikenal bagi istilah itu. Tetapi yang lebih ditonjolkan disini adalah aspek logis yang didukung oleh fakta tertentu, sehingga kita dapat menarik kesimpulan yang logis pula bagi istilah yang diperbandingkan. Jadi kalau dikatakan “Socrates” dan “Aristoteles” adalah dua nama yang memiliki  corak logis yang sama, kesimpulan itu didasarkan pada kenyataan bahwa keduanya termasuk atau digolongkan pada kedalam kelas filsuf.[12]
Melalui formulasi logis ini, russell telah mampu memecahkan sejumlah paradoks yang telah membingungkan para filsuf Yunani. Misalnya, sifat yang diberikan kepada Epimenedes, seorang warga masyarakat Kreta, sebagai seorang pembohong. Jika ia mengatakan “semua orang kreta itu pembohong”, padahal dia sendiri adalah warga kreta, berarti pernyataan itu adalah bohong dan oleh sebab itu pernyataan itu dapat disimpulkan salah. [13] contoh ini, menurut Russell adalah suatu kelas propoposi, keterangannya bukan suatu anggota dari kelas proposisi itu, sebab keterangan itu merupakan suatu proposisi dari kelas yang lebih tinggi.[14]
Bentuk-bentuk pernyataan yang bersifat paradoks itu berhasil diatasi oleh Russell dengan membedakan antara semua unsur yang termasuk ke dalam suatu himpunan, sebagai suatu yang tidak dengan sendirinya merupakan suatu himpunan itu sendiri.[15] Sebagai contoh, jika dikatakan bahwa Newton dan Einstein termasuk Anggota atau unsur dari himpunan “Ilmuwan fisika”, maka itu tidak berati kelas “ilmuwan fisika” itu sendiri merupakan seorang ilmuwan fisika. Sebab kelas “ilmuwan fisika” lebih tinggi tingkatannya dari pada seorang ilmuwan fisika, sehingga masing-masing terletak pada jenis hierarki yang berbeda pula. Jadi kalau dikatakan, Newton dan Einstein termasuk anggota kelas “ilmuwan fisika”, adalah benar, tetapi tidak benar kalau dikatakan “ilmuwan fisika” merupakan anggota kelas dari “ilmuawan fisika” itu sendiri. Ungkapan seperti ini tidak dapat diterima oleh akal sehat.[16]
B. Prinsip Isomorfi (Kesepadanan) 
Menurut Russell, analisis harus didasarkan pada struktur logika, sehingga analisisi dilakukan dengan analisis logis dan disertai dengan sintesa logis. Dalam pengertian ini Russell menampakkan konsep pemikirannya yang cemerlang, yaitu ia ingin menganalisis hakikat realitas dunia melalui analisis logis, karena hal ini berdasarkan pada kebenaran apriori yang universal yang bersumber pada rasio manusia. Adapun sintesa logis merupakan metode untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan melalui pengetahuan empiris (pengalaman inderawi) yang bersifat aposteriori. [17]
Menurut Russell analisa bahasa yang benar itu dapat menghasilkan pengetahuan yang benar pula tentang dunia, karena unsur paling kecil dari bahasa (proposisi atomik) merupakan gambaran unsur paling kecil dari dunia fakta (fakta atomik) atau ada isomorfi (kesepadanan) antara unsur bahasa dan kenyataan. Prinsip isomorfi ini berkaitan berkaitan erat dengan dasar acuan bagi suatu kata atau ungkapan. Dengan memberikan dasar acuan itu Russell menganggap telah “mengisi” setiap pernyataan dengan fakta.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang pemberian dasar acuan(reference) bagi kata atau istilah sebagai unsur-unsur bahasa itu, kita dapat melihat pada pengelompokan berikut:
Ø Nama Diri; yaitu jenis-jenis kata yang mengacu pada nama pengganti diri atau sesuatu yang ditunjuk oleh nama diri tersebut. Misalnya; si Badu, jawa, kuda.
Ø Nama Diri Logik; yaitu jenis-jenis kata deiktik atau jenis-jenis kata yang mempunyai acuan lebih dari satu yang arti atau maknanya sangat tergantung pada si penutur atau situasi penuturannya. Misalnya; jenis kata petunjuk, “ini”, “itu”, dan jenis kata ganti, “aku”, “dia”, “engkau”.
Ø Pemerian batas penunggal; yaitu rangkaian kata(gatra) yang mengacu pada seseorang atau sesuatu menurut batasan yang telah ditentukan dalam pemerian tersebut. Contoh: “Pemenang piala Dunia Sepak Bola 1998 di Perancis”. Pemerian ini mengacu kepada Kesebelasan Perancis.

Uraian mengenai pemberian dasar acuan terhadap kata atau atau istilah ini merupakan salah satu upaya Russell untuk membuktikan adanya kesepadanan atau kesesuaian antara unsur bahasa dengan unsur realitas.
Sehubungan dengan prinsip isomorfi adalah, kecenderungan pandangan Russell kearah metafisika. Sebab mengatakan bahwa dunia dapat diasalkan kepada fakta atomik, jelas sekali merupakan suatu pendapat metafisik.” Inilah sesungguhnya tujuan utama yang terkandung dalam prinsip isomorfi itu. Metafisika yang terdapat dalam teori Russell ini merupakan suatu “Pluralisme radikal”, sebab realitas atau dunia fakta itu dipecah menjadi fakta atomik. Corak pandangan metafisik yang didasarkan atas analisa bahasa ini  merupakan ciri khas yang menandai kaum Atomisme Logis, dan kelak akan diperkuat oleh Wittgenstein.[18]

C. Struktur Proposisi; Proposisi Atomik dan Proposisi Majemuk
Pembahasan Russel mengenai Proposisi Atomik dan Proposisi majemuk berkaitan erat dengan upayanya untuk menjelaskan kesepadanan antara struktur bahasa dengan struktur realitas. Sebab bahasa yang dianggap sebagai keseluruhan dari proposisi atomis tidak hanya mengacu pada fakta atomi yang merupakan unsur yang membentuk realitas, tetapi bahasa itu juga merupakan “lahan” yang akan dikerjakan melalui teknik analisa logis. Bahasa, khususnya bahasa filsafat dapat mencerminkan realitas sejauh dapat dilakukan analisa logis yang diikuti dengan sintesa logis, sehingga diperoleh proposisi yang paling sederhana yang mengacu pada fakta yang paling sederhana pula, fakta atomis yaitu proposisi atomis. Setiap proposisi itu pada hakikatnya mengacu pada dua hal yaitu “data inderawi (particularia) yang merupakan hasil persepsi kongkrit individual, dan sifat atau hubungan (universalia) dari data inderawi itu tadi.” Ia membedakan dua jenis proposisi, atomis dan majemuk, kebenaran atau kekeliruan proposisi majemuk ditentukan oleh kebenaran atau kekeliruan proposisi atomis yang kedalamnya proposisi tersebut dapat dianalisa, sementara kebenaran proposisi atomis ditentukan dengan merujuk pada fakta yang digambarkannya.     
Menurut Russell, suatu proposisi (dapat bernilai benar atau salah) yang menjelaskan suatu fakta atomis itu dinamakan Proposisi atomis. Proposisi atomis ini merupakan bentuk proposisi yang paling sederhana, karena sama sekali tidak memuat unsur-unsur majemuk. Misalnya: x adalah yang (ini adalah putih) atau xRy (ini berdiri disamping itu). Setiap proposisi atomik itu mempunyai arti atau makna sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain. Dengan memberikan kata penghubung seperti “dan” atau “atau”, maka kita dapat membentuk suatu proposisi majemuk. Russell mengajukan contoh untuk menjelaskan proposisis atomis dan proposisi majemuk itu seperti berikut:
“Socrates adalah seorang warga Athena yang bijaksana. Ini merupakan proposisi majemuk yang terdiri dari dua fakta atomik, yaitu:    
1. Socrates adalah seorang warga Athena, dan
2. Socrates adalah seorang yang bijaksana”.    
Kedua proposisi atomik itu membentuk proposisi majemuk setelah dihubungkan dengan kata “yang”.        
Menurut Russell , kebenaran atau ketidakbenaran suatu proposisi molekuler atau proposisi majemuk ini tergantung pada kebenaran atau ketidakbenaran proposisi atomis yang terdapat didalamnya. Atau dengan kata lain proposisi majemuk itu merupakan, “fungsi kebenaran” dari proposisi-proposisi atomis. Sebab tidak ada fakta majemuk yang ada halnya dengan fakta atomis.[19]
Selain fakta-fakta atomis yang diungkapkan melalui proposisi atomis, juga terdapat pegertian “fakta-fakta umum” yang kebenarannya berdasarkan fakta-fakta yang secara umum diketahui benar. Misalnya proposisi “semua orang akan mati” ini bukanlah berdasar pada fakta atomis misalnya “A akan mati”, “B akan Mati” dan seterusnya, melainkan berdasarkan suatu fakta umum. Selain itu, Russel juga menerima pengertian fakta-fakta negatif, sebab hal itulah satu-satunya cara untuk menerangkan benar atau tidaknya suatu proposisi negatif. Misalnya, “tidak ada kuda yang berkepala lima”. Proposisi ini benar atau tidak hanya berdasarkan fakta.
Demikian juga Russel mengakui tentang fakta-fakta khusus, misalnya “Jhon beranggapan bahwa bumi itu datar”. Bila dipahami secara formal seakan-akan proposisi itu majemuk. Kebenaran proposisi itu tidak bergantung pada benar atau tidaknya “bumi itu datar” melainkan pada suatu fakta khusus.[20]


[1] Salliyanti, Peranan Filsafat Bahasa dalam Perkembangan Ilmu Bahasa (Medan: USU, 2006), H.1
[2] Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika Dan Hermeneutika, (Yogyakarta: Paradigma, 2009),H. 72-73
[3] http://id,m,wikipedia, 0rg/ wiki/ atomisme- 2014/04
[4] Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), H. 44
[5] Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika Dan Hermeneutika,….. H. 74-75
[6] Ibid,  H. 77-81
[7] http://absurd-pemimpi.blogspot.com/2014/04/atomisme-logis-bertrand-russell.
[8] Syekhuddin, Filsafat Analitik, http://jaringskripsi.wordpress.com/2014/04/22/ filsafat-analitik
[9] Dwi Putri Rahmawati, Bertrand Russel - Logika Sebagai Esensi Dari Filsafat, http://depewblew2dutz.blogspot.com/2014/04/.
[10] Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik….., H. 46-49
[11] Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika Dan Hermeneutika,….. H. 84
[12] Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik….., H. 49-50
[13] Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika Dan Hermeneutika,….. H. 85
[14] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), H. 51
[15] Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika Dan Hermeneutika,….. H. 85
[16] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa......., H. 51
[17] Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika Dan Hermeneutika,….. H. 86
[18] Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik….., H. 53-55
[19] Ibid,  H. 58-59
[20] Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika Dan Hermeneutika,….. H. 86

Tidak ada komentar:

Posting Komentar